“aaaaaaaaaaaa” aku terbangun dari tidurku tadi. Masa’ aku mimpi aku akan mendapatkan kecelakaan sebelum pergi melihat pertandingan basket sih?? Waah…. Jangan sampai deh! Kan aku tidak mau terlambat untuk melihat si Nicko, anak basket yang kerennya tiada tertandingi! He…
“Lina…. Apa kamu nggak apa-apa?” terdengar suara mamaku dari luar kamar. Memangnya teriakanku terdengar keras ya? Sampai-sampai mama bisa kedengaran.
“eng… Lina nggak apa-apa kok ma” kataku spontan. Aku mempunyai sifat yang suka kaget. Tapi aku nggak latah sih. Sifat ini kadang-kadang membuat temanku banyak yang menggangguku. Tapi percuma saja.
“o… ya sudah, itu ada temanmu nunggu di bawah. Cepat turun ya” suara mamaku terdengar menjauh. Ha? Siapa ya? Daripada aku disini menanyai semut-semut yang ada di dinding, mendingan aku lihat dulu deh.
Aku menuruni tangga karena memang kamarku ada di lantai dua. Di ruang tamu terlihat Dina yang celingak-celinguk sambil duduk di kursi. Kebiasaan anak ini kalau lagi di rumah orang ya gini ini, ngelihatin ke selurung ruangan.
“eh Dina, ngapain lo disini?” sambil melihat penampilan Dina. Mau kemana sih nih anak? Dandanannya kok ngejreng abis? Ya emang sih tiap hari dandanan dina kaya’ mau ketemu ama presiden. Rapi banget dah!
“lo, Lina! Kok belum mandi sih? Emangnya nggak jadi ya buat ngelihat pertandingan basket?” Dina terlihat shock gitu. Biasa aja napa! Emang sekarang jam berapa sih? Kok Dina udah siap-siap?
“
“lo pikir sekarang jam berapa?” kata Dina sambil menunjuk ke arah jam di dinding rumahku. Sekarang udah jam tiga kurang sepuluh. Ha??? Jam dua kurang sepuluh? Berarti sepuluh menit lagi pertandingan basketnya bakalan mulai dong!
“ha? Kok udah jam segini sih? Padahal
“ye… malah nyalahin jam lagi! Daripada lo disini kaya’ monyet yang kebingungan, mendingan lo cepetan mandi deh!” Dina mendorong tubuhku pelan yang menandakan agar aku cepat mandi.
“iya iya…”kataku sambil sedikit berlari menuju ke kamarku. Di kamar, aku melihat jam weker yang tadi ku setel untuk bunyi Jam setengah tiga sore. Kenapa nggak bunyi ya? Apa baterainya habis? “ye… bener aja nggak bunyi!” aku salah menyetel alarm itu. Aku menyetelnya agar bunyi pada jam setengah empat. Ini mah bukannya nggak mau bunyi. Tapi emang belom waktunya untuk bunyi! Hehe… duh… mandi dulu deh! Udah jam berapa nih?!
Setelah aku mandi bebek (mandinya cepet banget!) akhirnya aku turun untuk siap-siap berangkat ke pertandingan basket. Di ruang tamu terlihat Dina dengan wajah cemberutnya.
“ayo cepet berangkat! Udah telat nih!” kata Dina jutek.
“iya iya” jadi nggak enak sendiri nih! Gara-gara aku, jadi telat deh lihat pertandingan basketnya.
Di luar rumah, Dina menaiki sepedanya.
“lho? Kok naik sepeda sih? Bukannya naik sepeda motor?” kataku bingung. Karena kata Dina, nanti kalau mau melihat pertandingan basket, aku bakalan di gonceng Dina naik sepeda motor miliknya.
“hehe.. sepedanya tadi tiba-tiba mogok! Ya udah deh, naik sepeda. Lagian kalau naik sepeda
“ya udah deh, aku ambil sepeda dulu ya” aku berjalan ke garasi rumah untuk mengambil sepeda. Disana ada mama yang lagi membersihkan debu di sepeda motornya itu.
“Lin, nanti jangan pulang malem ya! Nanti ada tetangga baru yang mau ke rumah kita buat ngobrol-ngobrol bentar” kata mama sambil terus membersihkan sepeda motorya.
“iya ma” aku menaiki sepedaku menuju ke luar garasi.
“yuk berangkat!” kata Dina sambil menuju ke luar pagar rumah.
Di jalan, aku dan Dina ngomongin tentang Nicko. Ya ampuun… obrolan semua cewek gitu loh! Nggak ada cewek di sekolahku yang nggak ngomongin Nicko. Duh.. masih jauh apa ya sekolahku ini? Kok lama banget! Tapi setelah melewati persimpangan jalan ini, nggak jauh lagi bakalan nyampe ke sekolahku. Duh! Nggak sabar buat ngelihat pertandingan basket di sekolahku!
“Lin! Awas!” teriakan Dina membuyarkan semua lamunanku. Dan tiba-tiba… ciit… brak!
“aduuuh…. Aku terjatuh dari sepedaku. Aku jatuh tersungkur sedangkan orang yang menabrakku itu juga terjatuh. Dia nampak berusaha berdiri kemudian menghampiriku yang dari tadi tengkurap di jalan dan teriak teriak “adoh… sakit!!!” untung aja tuh jalan nggak begitu ramai. Kalo nggak, bisa disangka orang gila yang lagi tiduran di jalan kali!
“eng.. kamu nggak apa-apa?” dia menghampiriku dengan sedikit terpincang-pincang. Kemudain membantuku berdiri.
“kelihatannya bagaimana?” kataku jutek abis!
“em… nggak baik sih.. apa ada yang luka” katanya meneliti setiap sisi tubuhku.
“bukan urusan kamu ya!” tetap dengan muka jutek. Bawaannya dari tadi jutek terus.
“Eh.. Lin, kamu nggak apa-apakan?” kata Dina sammbil berlari menghampiriku. Telat banget nih anak! Nggak dari tadi kek! Nah, sekarang malah melongo ngelihat orang yang tadi nabrak aku
“duh Din! Sakit nih lutut ama sikut gue!” kataku sambil menunjukkan lecet-lecet yang ada di bagian tubuhku itu.
“em… gimana kalau pergi ke dokter aja? Kalau ada yang luka lagi
“nggak usah deh, makasih. Untung aja aku masih hidup kalo nggak
“sori ya, kalau kamu nggak mau di bantuin ya udah, saya juga lagi buru-buru nih!” kata orang itu menaiki sepedanya itu, lalu pergi meninggalkan korbannya yang dibikin malu dan sakit sama dia.
“ye… tuh anak! Nggak ikhlas ya bantuin nya!” kataku bersungut-sungut ke arah Dina. Tapi Dina teteep.. aja bengong melihat orang yang menabrakku itu. Makin lama, makin nggak kelihatan dia. Lalu Dina menyahut
“apa yang lo omongin tadi?” kata Dina tanpa perasaan bersalah.
“aagghrr.. lo itu ngapain sih dari tadi ngelihatrin dia? Bukannya ngebantuin marahin dia kek, apa kek. Malah ngeliyati dia kaya’ ketemu ama david archuleta aja” jadi bete nih, ngomong ama Dina.
“ya maap dah! Abis, lo nggak liat dia? Ganteng banget deh!! Apalagi badannya, kayaknya sih atlit apaan gitu..” Dina melihat kearah langit-langit. Tandanya nih anak lagi ngehayal nih!
“woi… sadar! Adanya dia atlit main catur kali” kataku asal
“ye.. kenapa sih lo tadi kok jadi jutek gitu? Padahal kan dia udah niat buat ngebantuin lo!” kata dina. Kok kedengarannya dia marahin gue sih?
“nggak tau deh! Ayo, cepet ke sekolah! Nanti telat lagi!” kataku sambil menari tangan Dina agar cepat berangkat ke sekolah
“aduh… jangan tarik-tarik dong!” dina meronta kaya’ kambing yang berusaha lepas dari pemiliknya.
“ya udah, cepet!” kataku sambil menaiki sepeda. Aku mengayuh sepedaku dengan cepat meninggalkan persimpangan jalan dimana aku mengalami kejadian yang tak terduga itu
]]]]
Dari kejauhan, terlihat tulisan SMP Pertiwi. Yup, disinilah pertandingan basket itu bakalan diadakan. Di sekolahku. Jadi nggak sabar masuk nih!
“ayo dong Din! Masa’ kamu makan bakso dari tadi nggak selesai-selesai!” aku melihat ke belakang, dimana Dina dengan enaknya makan bakso itu
“issya… bbentyar lagiy..” kata Dina sambil menghabiskan baksonya sekaligus. Tuh mulut apa gua sih? Hehe..
“cepetan! Kataku sambil memasuki gerbang sekolah disusul dengan Dina.
Di dalam sekolah, aku memarkir sepedaku di tempat parkir, lalu aku dan Dina menuju ke lapangan basket yang ada di belakang sekolah. Dimana SMP ku akan melawan SMP Perdana. Katanya sih, kaptennya cakep abees!! . Tapi aku belum ngelihat dengan mata kepala sendiri sih. Terus kabar burungnya juga, SMP Perdana ini jago banget deh main basketnya But, bagiku yang paling cakep mah Cuma Nicko seorang! Hehe..
Akhirnya nyampai juga di lapangan basket sekolah ku. Tapi.. kok belom mulai yang pertandingannya? Bukannya sekarang udah jam tiga lebih ya?
“Din, kok belom mulai sih?” aku melihat sekeliling lapangan. Tapi, memang tidak ada tanda-tanda pertandingan yang berlangsung.
“nggak tau nih! Kok belom mulai ya? Di madding kan ada tulisannya, kalo pertandingannya bakalan mulai jam tiga sore!” Dina juga nggak kalah bingungnya.
“mungkin lo salah kali ngeliyat jam berapa pertandingan itu bakalan dimulai!” aku mulai menduga-duga kebiasaan Dina yang satu ini. Nggak cermat kalau lihat pengumuman
“ah, masa sih? Tapi, ya udah lah. Kan ada untungnya juga. Kita bisa duduk di tempat yang enak” elak Dina. Dasar!
“ye… ya sudah deh. Duduk di sebelah
“ayo!” kami pun menuju tempat itu.
Setelah beberapa menit berlalu, disini sudah terlihat banyak anak yang juga berniat untuk melihat pertandingan ini. Juga termasuk golongannya Intan. Di sekolah ini, Intan bisa disebut golongan yang top lah di sekolah ini. Tapi sayang, sombongnyaa! Minta ampuun!
“eh temen-temen. Duduk disana yuk!” suara Intan terdengan mendayu-dayu. Lalu mereka pun duduk di sebelahku dan memulai bergosip.
“eh, SMP kita bakalan lawan ama SMP Perdana
“kok bisa tau sih?” kata salah satu dari golongan gengnya Intan.
“tau dong! Gue kan pernah pacaran sama dia” tuh kan! Dia emang sombong dalam segala hal. Termasuk dalam hal asmaranya.
“ha? Yang bener?” sekarang orang lain yang bilang ini.
“ya iyalah!, nanti kalian juga bakalan tau deh orangnya!” ucapan Intan ini terdengar meyakinkan banget!
Beberapa menit kemudian pertandingan pun mulai. Dan terdengar orang berbicara melalui microphone. “yak, pertandingan akan segera di mulai. Antara SMP Pelita dengan SMP Perdana. Di sebelah kiri terdapat SMP Pelita dan di sebelah kanan ada SMP Perdana dan pertandingan akan dimulai….”
“itu tuh, kapten dari SMP Perdana! Nomor punggungnya 8” terdengar Intan mulai menggosip lagi. Duh.. capek deh!
“ha? Mana-mana?” teman-teman Intan juga jadi penasaran dan meneliti setiap nomor punggung yang di kenakan oleh pemain basket dari SMP Perdana. “o… aku tau anaknya! Yang itu kan!” sambil menunjuk seorang anak yang sedang memasukkan bola ke ring itu.
“yap, itu anak nya!” aduh! Kaya’ habis menang apaan aja!
“duh.. cakepnyaaa… siapa namanya?” duh, bisa muntah nih aku disini! Ngedengerin perkataan mereka yang terlalu memuja si kapten basket ini.
“namanya Rifan” jawab Intan cepat dan tepat.
“eh Lin, itu
“ha? Mana sih? Eh iya.. tuh anak!” aku memang sudah mengenali wajah itu. Mana bisa aku melupakan wajah orang yang sudah menabrakku dan nggak mau tanggung jawab itu! Aaghhrr.. jadi emosi lagi nih!
“cakep ya!” sela Dina yang lagi-lagi memuja anak itu. Sekarang mah aku nggak mau komentar deh!
Eh, tapi.. nomer punggungnya 8, and dia dari SMP Perdana. Berarti dia kapten basketnya dong! Waw…
]]]]]
“huft… huft…” aku ngos-ngosan. Karena aku mengayuh sepedaku ngebut. Gimana nggak ngebut? Sekarang udah jam enam sore! Bisa di bantai aku sama mamaku kalau sampai pulang telat! Hehe.. habisnya, aku masih mengantar Dina buat beli peralatan sekolah yang seabrek itu. Kalau sampai aku dimarahi sama mama, ini semua karena Dina nih!
“aku pulang ma” aku berteriak sambil ke dalam rumah. Tapi di ruang tamu kok ada anak yang tadi nabrak aku ya? Ngapain nih anak?
“eh, Dina sudah pulang. Nih kenalin tante Tina sama anaknya, Rifan” mamaku tiba-tiba keluar dari dapur menuju ke ruang tamu.
“lo… anak ini?” Rifan terlihat kaget ketika melihatku. Aduh, kaya’ habis ngelihat setan aja!
“kalian sudah kenal ya?” sekarang mamanya yang angkat bicara
“ini anak yang aku ceritain tadi ma” waduh, cerita apaan aja nih anak?
“o, anak yang kamu tabrak sebelum pertandingan basket itu?”
“iya” Rifan mengangguk.
“ya sudah, kalian ngobrol dulu ya. Tante mau nyiapin makan buat makan malam” mama berjalan menuju ke dapur.
Yap, tinggallah aku disini bersama Rifan yang diam seribu bahasa.
“em.. kita belum kenalan ya sebelumnya” akhirnya Rifan buka mulut
“eh, iya” jadi canggung nih. Waktu dia nabrak aku
“o, iya, kenapa lo judes banget sih waktu itu?” duh, mampus lo! Malukan jadinya gue!
“he.. iya, sori ya. Nggak tahu deh, waktu itu gue lagi bad mood gitu”
“o, nggak masalah lah. Gue juga minta maaf ya, karena gue ninggalin lo tadi. Abisnya gue buru-buru mau tanding basket” jadi mulai cair nih suasananya.
“gue tau kok” aku menjawab dengan cepat
“ha? Tau apaan?”
“tau kalau lo tu kapten basket dari SMP Perdana kan?”jawabanku terdengar meyakinkan
“kok bisa tau?” sekarang Rifan terlihat bingung
“
“ah, masa’ sih? Eh.. gue nggak pernah pacaran selama ini. Dulu sih, pernah gue di tembak sama… siapa namanya?” Rifan terlihat mengingat-ingat nama Intan itu
“Intan” jawabku
“o.. iya, itu maksud gue. Tapi gue nolak” jawaban Rifan ini buat aku bingung!
“yang bener?” aku memang belum percaya. Masa’ Intan bohong?
“beneran deh” wah, sekarang aku tahu gimana sifat Intan itu!.
Baca selengkapnya »